21 Mei 2011

Serial : DANUNG #1

Nama aslinya Hilda Nur Azizah. Nama panggilannya Hilda. Tapi dia sering menyebut namanya sendiri Hilda Nur. Karena cedal, ia menyebutnya Hida Nung. Atau disingkat menjadi Danung. Umurnya 28 bulan atau 2 tahun 4 bulan. Anaknya lucu menggemaskan. Pintar, cerdik dan bawelnya minta ampun. Semua hal ditanyakan. Semua hal di bahas hingga ke titik yang jelas menurut penalaran bocah seumurannya.

Tetangga dari ujung ke ujung selalu mengodanya. Bocah yang beberapa tahun diatasnya, anak remaja, orang tua, juga kakek nenek. Semua suka gemas padanya. Setiap kali melihatnya selalu mengejek, mengomentari, atau sekedar menyapanya.Dan Danung sudah pasti akan menyahuti ucapan mereka.

"Hilda jelek! Belum mandi ya? Pasti bau asem!" seloroh nenek Titik di depan warung ketika Danung dan ibunya pergi ke warung membeli telor.

"Nenek Titik kali, bau acem, belum mandi. Aku sudah mandi. Nih, cium, kalo nggak pelcaya. Udah wangi,tau!" cetusnya sambil menyodorkan wajahnya.

Nenek Titik tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung mencium pipinya yang wangi dan bertaburan bedak talk. "Oh, iya. Sudah mandi, lho! Wangi!"

"Makanya mandi sana! Nanti nggak diajak jalan-jalan,lho!"

Dia sudah bisa menyanyikan sekitar 10 lagu. Di antaranya Cicak-cicak di dinding, Pelangi-pelangi, Bintang kecil, Balonku, Naik kereta api, Selamat ulang tahun, Satu-satu, Pok ame-ame, Abang tukang bakso, juga Kuku kukuruyuk.

Suatu sore ia sedang mengamati ayam dalam kandang milik Alifa, temannya. Tanpa sadar mulutnya sayup-sayup menyanyikan lagu yang diajarkan ibunya,

"Kuku kukuluyuk, begitulah bunyinya
Kakinya beltanduk, hewan apa namanya" lalu dia melanjutkan,

"Embek, embek, embek, begitulah bunyinya
Tanduk di kepala hewan apa namanya"

"Hilda, udah mandi kok nggak pake sendal? Pakai sendalnya!" perintah ibunya tiba-tiba nongol di luar pintu rumah. Rumah dia dan Alifa memang berhadap-hadapan.

"Aku nggak mau pakai sandal," tolaknya.

Ibunya mendekatinya sambil memakaikan sandal di kakinya." Kenapa nggak pakai sendal? Mau kakinya ada tanduknya kayak ayam? Tuh, lihat kaki ayam ada tanduknya.HHiiih!"

"Makanya, ayam,kamu pake sendal. Bial kakinya nggak ada tanduknya!" katanya pada si ayam-ayam itu.

Ketika ibunya masuk ke dalam rumah, sepintas matanya menangkap kaki ibunya yang nggak pake sendal. "Ibu! Ibu nggak pake sendal. Nanti kakinya kayak ayam, lho! Ada tanduknya." jari telunjuknya teracung seraya memberi peringatan.

Ibunya melongok kembali. "Iya, Ibu mau ambil sandal, nih!"

Tanpa menggubris ibunya lagi ia kembali menatap ayam-ayam di dalam kandang.

"Ibu,Ibu, ibu, begitulah bunyinya
Kakinya bertanduk hewan apa namanya"

Kembali ia bernyanyi. Entah gimana reaksi ibunya kalau mendengar lagunya itu.

@@@

19 Mei 2011

Akan tiba saatnya....

Akan tiba saatnya aku akan berhenti beraktifitas. Berhenti menulis, berhenti main facebook, berhenti melakukan kegiatan di depan laptop. Aku juga pada saatnya nanti akan berhenti ke Tanah Abang. Berhenti pula berjualan di Pulomas. Feelingku makin kuat mengatakan bahwa akan semakin dekat saat-saat aku akan tanpa daya menghadapi kehidupan. Terkapar di ranjang putih berseprei putih, dengan luka sayat bekas pisau bedah para dokter.

Oh Tuhan, betapa aku takut membayangkan semua itu bakal melintas di dalam kehidupanku. Kesakitan, dan kesakitan itu yang menghantuku. Seberapa sakitkah? Kadang aku mencoba mengukur. Tapi aku hempas kembali sebab rasanya tidak hanya bagian kulit saja yang bakal disayat. Tapi ulu hati.

Dalam ketidaksempurnaanku, Tuhan, maafkan aku jika nanti aku mengembalikan tubuhku yang aku pinjam dariMU dalam keadaan yang tidak sempurna. Aku kurang bisa menjaganya. Dan aku membiarkannya sakit. Maaf, maaf, Tuhan.

10 Mei 2011

Gerimis

Gerimis masih tersisa di luar sana.

Nyanyiannya begitu indah merasuk di dalam telinga.

Iramanya syahdu, indah, sangat menentramkan kalbu.

Tiap tetes adalah nada tersendiri.

Dan ribuan bahkan jutaan nada menyatu dalam lagu semesta yang membuai tiap makhluk di bumi.

Adakah yang lebih merdu dari nyanyian gerimis?

Inspirasi, datanglah kepadaku !

Aduh, kapan aku bisa nulis ya? Kok susah banget konsen? Susah banget menemukan kata-kata yang pas, yang cocok, yang bagus,yang puitis, pokoknya yang menyentuh. Justru ketika perangkat sudah ada dalam genggaman, mosok nggak ada tulisan bagus yang tercipta?

Ide banyak sekali tersumpal di dalam kepala. Namun mengeluarkannya kok susah sekali? Ada apa dengan diriku? Kenapa menulis seperti melakukan hal yang berat? Bukankah dulu menulis adalah hidupku? Menulis adalah nafasku. Menulis adalah bagian tak terpisah dari diriku?

Ayo ! Ayo! Ayo! Inspirasi datanglah, datanglah. Aku butuh bantuanmu mengatasi kebuntuan otakku merumuskan sebuah kalimat indah.