19 November 2011

Prasangka

Saskia pergi ke mall sepulang sekolah bersama dua orang temannya. Sambil berkicau dan bercanda ketiganya merasuk ke dalam gedung megah yang telah ramai oleh pengunjung. Namun tiba-tiba mata Saskia menangkap sesuatu di sebuah toko kue. Di dalam sana duduk seorang wanita dan lelaki yang layaknya sedang berkencan di siang bolong. Wanita itu mamanya. Ya, mamanya. Dan laki-laki itu entah siapa. Kakinya lemas seketika, namun hatinya panas, keras dan marah.

Mamanya selingkuh? Ia tidak ingin mempercayainya. Tapi matanya tak bisa mengaburkan pemandangan menjijikkan di hadapannya. Dan pikirannya tak bisa begitu saja menghapus slide berdurasi beberapa menit yang sempat ditangkapnya. Rina, temannya segera menyeretnya, mengajaknya menjelajah ke tempat deretan cardigan dengan model paling gress di sebuah gerai di lantai dua. Untung kedua temannya Rina dan Heidi tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Mereka juga tidak menyadari mama Saskia ada di tempat itu. Bersama seorang lelaki.

Kalau sampai mereka tahu, dan berita itu bocor di sekolah, entah apa yang bakal terjadi.  Kini ia kehilangan selera untuk melanjutkan jalan-jalan ke mall. Bahkan tawaran Heidi untuk makan es krim pun di tolaknya. Alasannya ia tiba-tiba pusing. Alasan lain yang dirasakannya yaitu merasa muak sampai pengin muntah, mengingat mamanya berada bersama seorang lelaki di bangku di dalam sebuah toko kue di lantai satu sana.

Ia pamit pulang segera setelah membantu Heidi memilihkan rompi cantik warna pink.. Rumahnya tak jauh dari mall. Tinggal jalan kaki sekitar sepuluh menit, sampai. Sedangkan dua temannya mesti naik angkot untuk sampai ke rumah mereka. Meski berat hati dua cewek itu merelakan Saskia pulang lebih dulu. Saskia kembali menyusuri tempat yang ia lewati bersama temannya di depan toko kue. Namun pemandangan di sana sudah berbeda. Tidak ada mamanya bersama laki-laki tadi. Yang ada kini seorang cewek ABG berseragam sekolah layaknya dirinya bersama cowok berseragam pula.

Sesampai di rumah, ia mendapati mamanya duduk di ruang makan dengan tangan memegang jarum jahit dan sebelah tangannya lagi memegang seragam sekolahnya. Saskia ingat kemarin ia mengadu tentang kancing baju seragamnya yang lepas. Seumur-umur belum pernah Saskia memegang jarum jahit.  Dari memasang kancing, menjahit yang robek, atau menambal yang bolong. Semua mama yang mengerjakan. Saskia mengurungkan niatnya untuk menanyai mamanya dan menginterogasi seputar laki-laki yang tadi bersamanya.

Keesokan harinya Saskia membawa papanya masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat. Ia tidak mau apa yang akan ia bicarakan dengan papanya terdengar oleh mamanya dan dua saudaranya yang kamarnya bersebelahan dengannya. Kemudian ia menceritakan pada papanya tentang mamanya yang dilihatnya kemarin di mal  bersama seorang laki-laki.

"Mungkin hanya teman," sahut papanya berusaha menghibur, meski beberapa saat tadi sempat terlihat tercengang mendengar penuturannya.

"Tapi mereka terlihat akrab dan mesra ,di tempat umum begitu, Pa. Aku lagi sama teman-temanku waktu datang ke mall. Bagaimana kalau teman-temanku tahu perbuatan Mama? Kan, aku akan malu sekali, Pa!" "
 
"Sayang, Papa mengenal Mamamu bahkan sejak dia seumuran kamu. Papa kenal banget siapa dan bagaimana Mamamu.. Nggak mungkin dia melakukan hal-hal negatif seperti perkiraanmu. Laki-laki itu pasti temannya. Nanti kita bahas lagi, ya? Papa ada rapat,nih!"

Saskia tahu papanya nggak akan mempercayai begitu saja omongannya. Papanya itu terlalu mencintai mamanya. Bahkan begitu memujanya. Ditatapnya wajah yang beranjak tua dengan halaian uban di sekitar kening hingga telinganya.  Ada setiti k rasa sesal menyembul di hati Saskia menyadari kemurungan yang perlahan meremangi wajah yang masih menampakkan sisa ketampanannya di waktu muda itu.

Di meja makan, semua berkumpul untuk sarapan. Mama nampak sibuk menyendokkan nasi ke piring-piring di atas meja. Sementara seorang pembantu menyodorkan gelas-gelas berisi air putih ke meja.

"Sayang, kemarin kamu pergi ke mana? Aku telpon ke rumah nggak ada yang ngangkat?" tanya Papa pada mamanya.
 
"Aku? Ke mana kemarin aku?" tanyanya seperti orang linglung."Oh, aku ke mal kemarin..."

"Ke mal? Bukannya listrik, telpon dan air sudah dibayar minggu lalu?" tanya Papanya dengan nada santai  dan sambil lalu tanpa terkesan mengiterogasi. Saskia duduk diam di kursinya. Diam-diam hatinya was-was. Takut ada sesuatu yang bakal  pecah di meja makan pagi itu.

Wanita itu duduk menghadap piringnya. Ia baru akan makan jika semua anggota keluarga sudah makan. "Sebenarnya aku iseng  ke mal. Tapi....Oh, iya, aku belum cerita. Semalam aku mau cerita, tapi  kulihat  kamu sudah capek pulang kantor. Kemarin aku ketemu temanku si Rudi. Ingat temanku si Rudi?"
 
"Temen apa, Ma? SMA?" tanya Bintang si ragil dengan antusias.

"Bukan, teman kuliah."

"Bekas pacar Mama?" celetuk Prima, kembaran Saskia sambil menyeringai.

"Bukan. Teman Mama." sahut Mama keras. "Ingat, kan, Mas? Dia mau datang ke sini nanti."

"Oya?"

"Mungkin hari Minggu besok. Kamu nggak ada acara ke mana-mana, kan, Mas?"

Papa terlihat menggeleng.

"Trus, ada temanku aku satu lagi. Cewek. Si Sabrina. Yang setengah bule? Ingat, kan? Dia juga mau datang ke sini."
 
"Yang cakep, tinggi semampai itu, kan?"

"Iya." Mata mamanya terlihat berbinar. "Tahu, nggak? Si Sabrina ternyata sekarang janda. Suaminya meninggal akibat kecelakaan.  Dan si Rudi, sudah bercerai dengan istrinya. Jadi, kemarin si Rudi minta tolong aku untuk mencomblangi dia sama si Sabrina." Mama tersenyum geli mengingat pertemuannya di Mal  kemarin itu. "Sebenarnya dari dulu aku selalu yakin bahwa Rudi itu suka sama Sabrina." Mata Mama terlihat menerawang. "Akhirnya setelah hampir dua puluh tahun...."

"Terus? Tapi.... ceritanya nanti sore saja, ya? Aku sudah hampir telat." 

Mama mengangguk, dan mendapati sang suami bangkit dari tempat duduk dengan tergesa-gesa. Mama ikut bangkit dan membuntuti papa hingga ke pintu depan. Ketika Papanya memberikan ciuman sayangnya ke Mama, wajah Papanya melengos mencari wajah Saskia. Anak gadisnya itu terlihat  diam termangu di kursinya.  ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar